Gemariau.com - Beberapa perempuan maupun laki-laki itu berdiri dengan tatapan kosong. Mereka tak terlihat menakutkan. Bahkan, di antaranya menyambut dengan senyuman.
Begitulah pemandangan di seputar Yayasan Al Fajar Berseri. Tempat itu didirikan Marsan (50). Lokasinya terpencil di Kampung Pulo, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Marsan mengabdikan diri mengurus mereka para pengidap gangguan kejiwaan. Rumahnya pun berdekatan dengan 'bangsal'.
Pengakuan langsung meluncur dari lisan Marsan soal mengapa dia memutuskan merawat para pengidap gangguan jiwa. Nuraninya tersentak pada 1992, saat melihat ada orang tak waras tengah asyik makan di tempat pembuangan sampah.
"Dari situ saya terpanggil, saya berpikir, saya ambil enggak nih orang. Kalau enggak ambil, artinya membiarkan," kata Marsan kepada merdeka.com, Rabu (14/9) lalu.
Marsan saat itu masih bekerja sebagai kusir andong. Dia lantas nekat membawa sang 'pasien' ke rumahnya. Dia kemudian memandikan dan memberinya makan. Dia menyatakan hal itu tidak mudah, sebab pengidap gangguan jiwa itu sempat berontak. Namun dengan sedikit dipaksa, akhirnya luluh juga.
Marsan bukannya bernyali besar. Dia mengaku awalnya juga ngeri menghadapi orang tak waras. Namun karena tekadnya sudah bulat, perasaan itu lambat laun berkurang. Penolakan juga sempat datang dari keluarga dan tetangganya. Bahkan, idenya merawat pengidap gangguan mental sempat ditentang warga sekitar karena khawatir mengganggu dan meresahkan.
Dia tak patah arang dan mencoba meyakinkan serta menjamin pasiennya tidak membahayakan. Setelah berjalan, Marsan membentuk yayasan buat mempermudah kegiatannya. Berbekal pengetahuan otodidak dan fasilitas ala kadarnya, cerita kemampuan Marsan mulai beredar dari mulut ke mulut. Satu demi satu ada orang mengantarkan pengidap gangguan jiwa ke tempatnya. Namun kebanyakan mereka justru bekas pasien rumah sakit jiwa.
Lantaran jumlah 'warga binaan'-nya semakin bertambah, Marsan putar otak. Dia tak bisa lagi menampung mereka di bekas kandang kuda sudah dibersihkan. Dia pun merekrut 'perawat'. Kini ada 20 orang menjadi anak buahnya.
Begitulah pemandangan di seputar Yayasan Al Fajar Berseri. Tempat itu didirikan Marsan (50). Lokasinya terpencil di Kampung Pulo, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Marsan mengabdikan diri mengurus mereka para pengidap gangguan kejiwaan. Rumahnya pun berdekatan dengan 'bangsal'.
Pengakuan langsung meluncur dari lisan Marsan soal mengapa dia memutuskan merawat para pengidap gangguan jiwa. Nuraninya tersentak pada 1992, saat melihat ada orang tak waras tengah asyik makan di tempat pembuangan sampah.
"Dari situ saya terpanggil, saya berpikir, saya ambil enggak nih orang. Kalau enggak ambil, artinya membiarkan," kata Marsan kepada merdeka.com, Rabu (14/9) lalu.
Marsan saat itu masih bekerja sebagai kusir andong. Dia lantas nekat membawa sang 'pasien' ke rumahnya. Dia kemudian memandikan dan memberinya makan. Dia menyatakan hal itu tidak mudah, sebab pengidap gangguan jiwa itu sempat berontak. Namun dengan sedikit dipaksa, akhirnya luluh juga.
Marsan bukannya bernyali besar. Dia mengaku awalnya juga ngeri menghadapi orang tak waras. Namun karena tekadnya sudah bulat, perasaan itu lambat laun berkurang. Penolakan juga sempat datang dari keluarga dan tetangganya. Bahkan, idenya merawat pengidap gangguan mental sempat ditentang warga sekitar karena khawatir mengganggu dan meresahkan.
Dia tak patah arang dan mencoba meyakinkan serta menjamin pasiennya tidak membahayakan. Setelah berjalan, Marsan membentuk yayasan buat mempermudah kegiatannya. Berbekal pengetahuan otodidak dan fasilitas ala kadarnya, cerita kemampuan Marsan mulai beredar dari mulut ke mulut. Satu demi satu ada orang mengantarkan pengidap gangguan jiwa ke tempatnya. Namun kebanyakan mereka justru bekas pasien rumah sakit jiwa.
Lantaran jumlah 'warga binaan'-nya semakin bertambah, Marsan putar otak. Dia tak bisa lagi menampung mereka di bekas kandang kuda sudah dibersihkan. Dia pun merekrut 'perawat'. Kini ada 20 orang menjadi anak buahnya.
Lokasinya dibagi dua. Khusus perempuan letaknya berseberangan dengan kediaman Masran. Luasnya kira-kira 900 meter. Ada sekitar 20 kamar dengan dua tipe, yaitu seluas 6 x 6 meter dihuni tiga orang, dan berukuran 3 x 3 meter buat satu orang. Saat didekati, aroma pesing tercium. Meski demikian, tak terlihat kotoran di sekitar ruangan mereka. Tempat tersebut dapat dikatakan lumayan bersih.
'Asrama' penghuni lelaki berada tepat di belakang rumah Marsan. Lokasinya dipisah menjadi dua. Pertama ruangan khusus atau ruang isolasi.
Pasien gangguan jiwa agresif pasti dimasukkan ke sana lebih dulu. Rata-rata salah satu tangan atau kakinya dirantai. Namun menurut Marsan, mereka tak selamanya diikat. Jika sudah dinyatakan tenang dan tak bakal melukai orang lain atau diri sendiri, belenggu itu dilepas.
Tempat lainnya adalah penghuni gangguan jiwa lelaki tidak membahayakan.Keseluruhan luasnya sekitar 2000 meter. Ada lima kamar mandi bagi penghuni laki-laki. Namun kesannya sedikit kotor. Mungkin karena posisinya berada di belakang dan terdapat kubangan air.
'Asrama' penghuni lelaki berada tepat di belakang rumah Marsan. Lokasinya dipisah menjadi dua. Pertama ruangan khusus atau ruang isolasi.
Pasien gangguan jiwa agresif pasti dimasukkan ke sana lebih dulu. Rata-rata salah satu tangan atau kakinya dirantai. Namun menurut Marsan, mereka tak selamanya diikat. Jika sudah dinyatakan tenang dan tak bakal melukai orang lain atau diri sendiri, belenggu itu dilepas.
Tempat lainnya adalah penghuni gangguan jiwa lelaki tidak membahayakan.Keseluruhan luasnya sekitar 2000 meter. Ada lima kamar mandi bagi penghuni laki-laki. Namun kesannya sedikit kotor. Mungkin karena posisinya berada di belakang dan terdapat kubangan air.
"Tahun 2005 saya bikin barak-barak seadanya, bahannya dari barang-barang bekas," ucap bapak lima anak itu.
Saat ini sekitar 200 orang berada di panti tersebut yang mayoritas penghuni adalah laki-laki, dengan rentan usia dari 17 hingga 80 tahun. Marsan sengaja tak menyediakan alas tidur buat mereka.
"Kalau kasur terbatas, tapi pakai tikar juga suka dirusak. Nanti pagi-pagi sudah terlihat berantakan" ujar Marsan.(al/merdeka)
Saat ini sekitar 200 orang berada di panti tersebut yang mayoritas penghuni adalah laki-laki, dengan rentan usia dari 17 hingga 80 tahun. Marsan sengaja tak menyediakan alas tidur buat mereka.
"Kalau kasur terbatas, tapi pakai tikar juga suka dirusak. Nanti pagi-pagi sudah terlihat berantakan" ujar Marsan.(al/merdeka)
0 Response to "Mengabdi merawat jiwa-jiwa yang resah"
Posting Komentar